Oleh EBIT ASMANA, SH.,MH. (Advokat & Konsultan Hukum) - Ketentuan Pasal 103 KUHP sebagai pintu yang membuka ruang lahirnya perundang-undangan pidana khusus di luar hukum pidana umum, yang menyatakan bahwa yang tercantum dalam Bab I sampai dengan Bab VIII Buku 1 KUHP berlaku juga bagi ketentuan pidana dalam Undang-Undang dan peraturan lain kecuali Undang-Undang menentukan sebaliknya, maka ketentuan-ketentuan dalam 8 Bab Buku I KUHP itu berlaku juga bagi delik-delik tersebar di luar KUHP itu kecuali jika Undang-Undang ditentukan lain. Artinya, Undang-Undang yang bersangkutan tersebut menentukan aturan-aturan khusus yang menyimpang dari aturan umum. Pada konteks hukum pidana berbagai kejahatan dan pelanggaran yang tertuang dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) adalah hukum pidana umum, sedangkan berbagai kejahatan atau pelanggaran yang diatur dalam undang-undang tersendiri atau diluar dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah hukum pidana khusus.

Dengan demikian dari ketentuan Pasal 103 KUHP menunjukan berlakunya norma-norma hukum pidana khusus diluar dari ketentuan hukum pidana umum yang diatur dalam KUHP. Sesuai prinsip hukum  asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yang berlaku bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis), hal ini pula sebagaimana tercantum dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP yang menyebutkan: “Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan”.

Dalam hukum pidana mengenai asas Lex Specialis penting dan bermanfaat dalam menentukan Undang-Undang khusus mana yang harus diberlakukan diantara dua atau lebih perundang-undangan yang juga bersifat khusus dan ketentuan mana yang diberlakukan dalam suatu Undang-Undang khusus. Tak jarang dalam praktiknya suatu perbuatan pidana melanggar beberapa aturan perundang-undangan hukum pidana khusus diluar dari ketentuan hukum pidana umum, sehingga bagaimana cara untuk menentukan ketentuan mana yang akan diberlakukan. Terdapat dua cara memandang suatu ketentuan pidana khusus, untuk dapat mengatakan apakah ketentuan pidana itu merupakan suatu ketentuan pidana yang khusus atau bukan, yaitu:

a.  Suatu ketentuan pidana itu dapat dianggap sebagai suatu ketentuan pidana bersifat kekhususan yang logis “logische specialiteit”, apabila ketentuan pidana tersebut disamping memuat unsur-unsur yang lain (khusus), juga memuat semua unsur dari suatu ketentuan pidana yang bersifat umum.

b.  Suatu ketentuan pidana itu dapat dianggap sebagai suatu ketentuan pidana bersifat kekhususan yang sistematis “systematische specialiteit”, apabila ketentuan pidana itu walaupun tidak memuat semua unsur dari suatu ketentuan yang bersifat umum, ia tetap dapat dianggap sebagai suatu ketentuan yang bersifat khusus yaitu apabila dengan jelas dapat diketahui bahwa pembentuk Undang-Undang memang bermaksud untuk memberlakukan ketentuan pidana tersebut sebagai suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus.

Dengan demikian dari penjelasan diatas baik asas kekhususan yang Logis (Logische Specialiteit) dan kekhususan yang Sistematis (Systematische Specialiteit) sebagai cara memandang suatu ketentuan pidana khusus, yaitu untuk dapat menentukan apakah ketentuan pidana itu merupakan suatu ketentuan pidana yang khusus, Undang-Undang khusus mana yang harus diberlakukan diantara dua atau lebih perundangundangan yang juga bersifat khusus dan Ketentuan mana yang diberlakukan dalam suatu Undang-Undang khusus.

Untuk menentukan ketentuan (Pasal) yang diberlakukan dalam/pada satu perundangan khusus, maka berlaku asas Logische Specialiteit atau kekhususan yang logis, artinya ketentuan pidana dikatakan bersifat khusus, apabila ketentuan pidana ini selain memuat unsur-unsur lain, juga memuat unsur ketentuan pidana yang bersifat umum. Sedangkan untuk menentukan Undang-Undang Khusus mana yang diberlakukan, maka berlaku asas Systematische Specialiteit atau kekhususan yang sistematis, artinya ketentuan pidana yang bersifat khusus apabila pembentuk Undang-Undang memang bermaksud untuk memberlakukan ketentuan pidana tersebut sebagai suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus atau ia akan bersifat khusus dari khusus yang telah ada.