(LBH PK SULTRA)

Kendari, 25 Oktober 2024, LBH PK SULTRA - Bahwa persidangan pidana terhadap sdri. Supriyani (seorang guru honorer SDN Baito Konawe Selatan) sebagai Terdakwa, yang diketahui bahwa guru honerer tersebut diduga melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap anak muridnya, pihak Jaksa Penuntut Umum akan menghadirkan 8 (delapan) orang saksi yang terdiri 3 saksi anak (siswa), 3 guru dan kedua orang tua korban. Sebagaimana keterangan Kepala Kejari Konawe Selatan Ujang Sutisna yang mengatakan "Saksi kami hadirkan delapan orang".


Merujuk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, bahwa alat bukti yang sah yang bisa digunakan dalam persidangan perkara pidana yaitu :


1. Keterangan Saksi.

2. Keterangan Ahli.

3. Surat.

4. Petunjuk.

5. Keterangan Terdakwa.


Sebelumnya jaksa telah meneliti bukti surat korban yaitu visum et repertum dan hasil visum et repertum tersebut akan turut dihadirkan dalam persidangan guru honorer tersebut , bahwa diketahui dari visum tersebut diketahui korban mengalami luka memar akibat benda tumpul.

(Dokumentasi foto luka pada korban dan foto barang bukti)


Bahwa kemudian dari bukti surat tersebut tentunya akan dibuktikan lebih lanjut lagi dihubungkan dengan keterangan saksi maupun bukti petunjuk dan bukti-bukti lainnya.


Bahwa terhadap kekuatan pembuktian (degree of evidence) alat bukti keterangan saksi merupakan keterangan yang diberikan oleh seseorang mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.


Bahwa berdasarkan keterangan Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan tersebut diatas diketahui bahwa pada saat proses pembuktian di persidangan akan dihadirkan saksi anak, baik saksi korban maupun saksi anak lainnya (murid). Bahwa perlu diketahui bahwa saksi anak yang menjadi korban adalah pihak yang kepentingan hukumnya diduga telah dilanggar oleh si Terdakwa dan rasa keadilannya telah dicederai, sehingga negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan korban. 


Bahwa ketentuan yang mengatur terkait kedudukan anak sebagai saksi dalam persidangan yaitu berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak : Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah orang yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.


Sedangkan Pasal 171 KUHAP menyebutkan bahwa anak yang umurnya belum cukup 15 tahun dan belum pernah kawin boleh diperiksa untuk memberi keterangan, tapi tidak boleh disumpah. Sehingga saksi anak yang usianya masih dibawah 15 tahun dan juga belum kawin, saksi anak tersebut tidak disumpah, bahwa keterangan saksi anak tersebut hanya dijadikan sebagai petunjuk saja. Bahwa hal tersebut telah bersesuaian dengan ketentuan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, yang dimana bukti Petunjuk menjadi salah satu alat bukti yang sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) .


Kemudian terhadap proses pemeriksaan saksi anak tersebut, anak saksi tersebut tidaklah sendiri melainkan wajib didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercayai saksi anak.


Dimana untuk menguatkan keterangan dari saksi anak harus ada keterangan dari saksi yang disumpah yang sesuai keterangannya dengan keterangan saksi anak tersebut dan hal tersebut juga bersesuaian berdasarkan keterangan Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan saksi yang akan dihadirkan dalam proses persidangan ada 3 (tiga) guru dan juga kedua orang tua korban yang dikategorikan saksi yang bisa disumpah dikarenakan usia dan cakap secara hukum, sebagaimana asas unus testis nullus testis bahwa keterangan satu saksi bisa diperkuat dengan kesaksian lain dan menjadi sebuah alat bukti yang sah.


Selain itu, saksi anak berhak atas perlindungan dan hak antara lain upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga, jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial, dan kemudahan dalam mendapatkan infromasi mengenai perkembangan perkara.