Hukum acara pidana adalah tulang punggung sistem peradilan pidana. Ia menentukan bagaimana polisi menyelidiki, jaksa menuntut, dan hakim memutus suatu perkara. Di Indonesia, aturan ini tertuang dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang sudah berlaku sejak tahun 1981. Kini, setelah lebih dari 40 tahun, pemerintah dan DPR sedang membahas Rancangan Undang-Undang KUHAP 2025. Apa yang berubah? Dan mengapa hal ini penting untuk kita semua?


Kenapa Harus Direvisi?


KUHAP yang saat ini berlaku berasal dari tahun 1981, ia masih belum mampu mengakomodasi kebutuhan hukum modern lemahnya perlindungan hak tersangka, transparansi proses penyidikan, hingga penggunaan teknologi digital dalam persidangan.


RUU KUHAP 2025 hadir sebagai jawaban atas tantangan itu. Beberapa isu sentral yang menjadi sorotan dalam RUU ini antara lain:


  • Belum ada pengaturan yang jelas soal penyidikan digital.

  • Tidak ada mekanisme pemeriksaan pendahuluan yang bisa menyaring perkara sebelum ke pengadilan.

  • Lemahnya perlindungan terhadap tersangka dan saksi, terutama dalam proses awal penangkapan.


Apa Saja Isu Penting dalam RUU KUHAP 2025?


Berikut beberapa poin krusial yang menjadi sorotan dalam RUU ini:


1. Hadirnya Hakim Pemeriksa Pendahuluan


Pada tahap awal pembahasan RUU KUHAP, istilah praperadilan sempat digantikan dengan mekanisme pemeriksaan pendahuluan, yang dijalankan oleh hakim pemeriksa pendahuluan untuk mengevaluasi proses penyidikan dan penuntutan. Namun, seiring perkembangan pembahasan, konsep hakim pemeriksa pendahuluan akhirnya dihapus dan istilah praperadilan kembali digunakan. Dalam RUU KUHAP, ketentuan mengenai praperadilan dimuat dalam Bab X tentang Wewenang Pengadilan untuk Mengadili, tepatnya pada Bagian Kesatu Praperadilan, mulai dari Pasal 149 hingga Pasal 155


2. Penguatan Hak Tersangka


RUU KUHAP memberi ruang lebih besar bagi tersangka untuk membela diri sejak awal proses. Hak atas penasihat hukum sejak awal penyidikan, hak untuk tahu alasan penangkapan, dan hak atas kompensasi jika ditahan tanpa alasan sah, semuanya diatur lebih tegas.


3. Pengaturan Ulang Kewenangan Penyidik


RUU ini juga memperjelas batas kewenangan antara penyidik Polri dan penyidik dari institusi lain seperti KPK. Ini penting untuk menghindari tumpang tindih dan konflik kewenangan.


4. Penguatan Peran Advokat


RUU KUHAP (Undang-Undang Hukum Acara Pidana) memperkuat peran advokat dalam sistem peradilan pidana, termasuk mendampingi saksi dan korban, bukan hanya tersangka. Penguatan ini mencakup hak advokat untuk memberikan keberatan atas penahanan klien di setiap jenjang, bukan hanya melalui praperadilan. RUU KUHAP juga memberikan kewenangan advokat untuk berperan aktif dalam membela klien sejak awal proses, mulai dari tahap penyidikan. 

Poin-poin penguatan peran advokat dalam RUU KUHAP:

·         Pendampingan sejak awal:

Advokat dapat mendampingi tersangka sejak sebelum diperiksa oleh penyidik, memberikan kesempatan untuk memberikan intervensi konstruktif sejak awal proses. 

·         Pendampingan saksi dan korban:

Selain tersangka, advokat juga dapat mendampingi saksi dan korban, memperluas perlindungan hak-hak asasi manusia dalam proses peradilan. 

·         Hak keberatan atas penahanan:

Advokat memiliki hak untuk menyampaikan keberatan atas penahanan klien di setiap jenjang, bukan hanya melalui praperadilan. 

·         Peran aktif dalam membela klien:

RUU KUHAP menegaskan bahwa advokat memiliki kewenangan untuk berperan aktif dalam membela klien, bukan hanya sebagai penggembira dalam proses peradilan. 

·         Penguatan imunitas advokat:

Beberapa pasal dalam RUU KUHAP memberikan perlindungan kepada advokat dalam menjalankan tugasnya membela klien, termasuk imunitas dari tuntutan pidana atau perdata. 

Penguatan peran advokat ini bertujuan untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil dan efektif, serta memastikan bahwa hak-hak asasi manusia terlindungi sejak awal proses hukum. 

Tantangan dan Kritik


Meski menawarkan pembaruan, RUU KUHAP 2025 juga mendapat kritik. Beberapa pihak khawatir peran hakim pemeriksa pendahuluan justru bisa memperlambat proses hukum. Ada juga kekhawatiran bahwa aturan-aturan baru justru membuka celah untuk intervensi atau pelemahan terhadap lembaga penegak hukum seperti KPK.


Kesimpulan: Penting Tapi Perlu Diawasi


Revisi KUHAP adalah langkah besar dan penting untuk memperbaiki sistem hukum kita. Tapi seperti obat, dosisnya harus pas. Harus ada partisipasi publik, pengawasan dari masyarakat sipil, dan diskusi terbuka agar RUU KUHAP 2025 benar-benar membawa keadilan yang lebih baik—bukan justru memperparah masalah lama.



Apa pendapat kamu tentang RUU KUHAP ini? Apakah kamu setuju bahwa hukum acara pidana kita memang perlu dibongkar total? Bagikan opini kamu di kolom komentar!


Penulis : Muhammad Akbar Aidin, SH.